KPK sengaja melakukan tebang pilih, hanya menjadikan Budi Mulya sebagai keterangan BPK mengenai kerugian Negara atas kasus Bank terdakwa tunggal (Fachri Hamzah)
Banyak kejahatan jabatan yang terungkap di Pansus DPR yang di oleh KPK (Musbakhum)
“Pemeriksaan di persidangan yang terbuka untuk umum yang digelar KPK adalah sandiwara dan hanya proforma untuk tetap menghukum. Pendapat ahli, Saksi, keterangan BPK yang menyatakan tidak ada kerugian negara dalam perkara saya, semuanya tidak dipertimbangkan dalam tuntutan Jaksa. Saya dihukum tanpa bukti” (ex.Menteri Surya Darma Ali)
“Kesaksian wakil Presiden aktif Jusuf Kalla di bawah sumpah di depan persidangan terbuka untuk umum menyatakan bahwa pemakaian uang DOM oleh saya adalah sah, dan kesaksian tertulis Presiden SBY yang sama bunyi dan isinya dengan Jusuf Kalla, diabaikan begitu saja oleh KPK. Bahkan saya divonis berdasarkan peraturan yang sudah tidak lagi berlaku”. (Jero Wacik ex Mentri ESDM)
Banyak putusan hakim agung Dr. Artidjo Alkostar harus dieksaminasi (kata DR. Hamdan Zoelva ex. Ketua Mahkamah Konstitusi).
Putra Papua pendukung NKRI harga mati Itulah Pak Barnabas Suebu. Dua kali jadi Gubernur. Pertama sebagai Gubernur Irian Jaya di era Presiden Soeharto, dan yang kedua sebagai Gubernur Papua. Sebagai Gubemur semua kebijakannya dan pertanggung-jawabannya diterima baik oleh DPRD selaku mitra. Bahkan setelah purna tugas sebagai Gubernur, masih diangkat sebagai Duta Besar Mexico, Honduras dan Panama. Di era KPK, justru sebagai putra Papua yang memperjuangkan NKRI harga mati. Beliau dihukum karena kebijakan yang dibuatnya. Padahal kebijakan, Bebas pidana. Beliau tentu kecewa dan marah. Pembelaan dengan judul “Saya bukan Koruptor” membuka fakta hukum, bahwa dia memang dizolimi KPK. Terakhir ketika usahanya di Mahkama Konstitusi bersama rekan-rekan lainnya dari Kejaksaan ditolak. Tanpa pemeriksaan perkara tersebut oleh Mahkamah Konstitusi, kekecewaan beliau memuncak. Beliau menyatakan satu pertanyaan yang perlu disimak dan punya arti yang sangat dalam. Kata beliau “Saya menyesal jadi Warga Negara Indonesia” Suara beliau pasti didengar oleh kelompok Papua Merdeka.
Lapas Bulak Kapal di Bekasi kota, Luas tanah tahanan 7 kali 8 meter. Jumlah warga binaan di ruang seluas itu 186 orang dengan satu toilet. Isinya terpidana judi si tukang ojek yang sambil menunggu penumpang berjudi kecil-kecilan di bawah 500 ribu rupiah, Vonis 6 bulan sampai 1 tahun, yang tak tahan akan mati karna miskin. Tak punya uang untuk berobat. Banyak lapas serupa yang bebas berita. Bebas perhatian KPK (sumber berita: dari seseorang yang pernah menjadi tahanan di lapas Bulak Kapal).
O.C.KALIGIS & ASSOCIATES
Kompleks Majapahit Permai
Blok B 122-123,
Jalan Majapahit 18-20,
Jakarta 10160, Indonesia
PHONE
+62 21 385 32 50 (hunting)
+62 21 345 39 92
©2022 OCK & Associates Law Firm